Sejarah dan Perkembangan

SEKOLAH KRISTEN NASIONAL (KRISNA) EFATA GOMBONG:
Akankah Terus Merambat, Menjadi Kuat, Bahkan Berbuah Lebat?

Cerita Awal dan Perkembangannya
Kehadiran sekolah Kristen Nasional (Krisna) Efata yang dirintis 5 tahun lalu oleh GKI Gombong seolah merupakan gerakan “melawan arus” terhadap trend keberadaan sekolah Kristen di sebagian wilayah Indonesia belakangan ini. Betapa tidak, sementara banyak sekolah Kristen yang tengah mengalami kemunduran dan bahkan tidak sedikit di antaranya yang telah ditutup sehingga tinggal tersisa gedung beserta kenangannya belaka, sekolah Krisna Efata malah sedang mulai merambat menuju pertumbuhannya.

Sekolah yang perintisannya dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) tersebut kini telah mulai meningkat ke Sekolah Dasar (SD) sampai kelas 3. Masyarakat juga mengenalnya sebagai “sekolah yang para gurunya sangat perhatian kepada para siswa” dan “sekolah yang unggul dalam musiknya”. Suatu citra yang bukan saja membanggakan tetapi juga menjadi iklan gratis yang menguntungkan sekolah.

Meski saat ini para siswa (baik PAUD maupun SD) masih berdesak-desakan ketika belajar maupun bermain, namun jika Tuhan berkenan, sebelum semester ini berakhir mereka akan segera menikmati kelas-kelas yang lega dan nyaman. Mereka dapat belajar dengan tenang tanpa terganggu riuhnya kelas sebelah. Mereka dapat bermain musik di ruang khusus. Mereka juga dapat memilih-milih buku dan bacaan lain yang mereka suka di ruang yang tersedia. Mereka pun bisa berlarian dan kalau mau bisa menendang bola sekencang-kencangnya. Sementara para guru pun akan dapat menuangkan kreatifitasnya dengan lebih leluasa. 

Ya, tidak lama lagi sekolah Krisna Efata akan menempati gedung sendiri. Di atas lahan seluas 1.793 m2 saat ini tengah dikerjakan dua lokal bangunan yang terdiri dari 14 ruang kelas dan 1 ruang guru. Bangunan gedung yang merupakan hasil renovasi dari bekas pabrik mie basah dan pabrik rokok kretek tersebut jelas jauh lebih luas dan nyaman dibanding ruang konsistori di belakang gedung gereja yang disekat-sekat dengan tripleks menjadi kelas-kelas untuk SD. Pun bagi murid-murid PAUD yang selama ini menggunakan pastori (yang sempat menggeser pendeta dan keluarga untuk pindah ke rumah pastori kontrakan) dan ruang kelas di garasi parkir jemaat, bangunan tersebut menyediakan keleluasan belajar dan bermain mereka. Luasnya lahan dan bangunan bahkan siap menyambut kehadiran lebih banyak murid-murid baru di tahun ajaran mendatang.

 Pergumulan dan Solusinya
“Kisah sukses” yang diutarakan ini sesungguhnya sekedar merupakan ringkasan dari titik-titik indah yang ada di sepanjang perjalanan perintisan sekolah Krisna Efata. Jika mau dipaparkan seluruhnya, maka sejujurnya akan terungkap beragam kisah yang berbeda. Bukan bermaksud mengingat-ingat hal yang menyedihkan, namun kecemasan, kebingungan, perdebatan bahkan yang menjurus ke pertikaian, ketakutan, pesimis bahkan putus asa secara nyata silih berganti mewarnai pergumulan GKI Gombong dalam menjawab panggilan pelayanannya di bidang pendidikan melalui sekolah Krisna Efata tersebut.

Perasaan dan pengalaman negatif semacam itu bahkan masih saja ada sampai sekarang. Itulah sebabnya ketika dengan tenang direnungkan sambil melihat berbagai fakta positif yang ada, maka tidak ada ungkapan lain selain bersyukur kepada Tuhan. Kalau bukan Tuhan sendiri yang campur tangan mustahil rasanya semua dapat terwujud sampai seperti saat ini. Lihat saja, sebagai pendiri dan pengelola sekolah Krisna Efata, GKI Gombong sesungguhnya tidak memiliki sumberdaya apapun. Pengalaman dan ketrampilan dalam dunia pendidikan tidak ada. Kemampuan organisasi dan manajerial juga tidak punya. Keuangan pun minim. Untuk memenuhi kebutuhan minimal rutin (non-program kerja) gereja saja boleh dikatakan keuangan GKI Gombong impas dengan pemasukan yang diterimanya. Mana bisa mengelola pelayanan pendidikan dengan mendirikan sekolah yang secara kasat mata cukup rumit dan merupakan “proyek rugi”?

Sekali lagi syukur kepada Tuhan sebab kenyataan yang berbicara adalah bahwa GKI Gombong dapat membeli lahan seharga Rp 525 juta secara tunai! Sementara bangunan sekolah yang sekarang sedang dikerjakan dicanangkan biayanya Rp 400 juta. Darimana dana tersebut diperoleh?

Sesuai kesanggupannya, beberapa anggota dan simpatisan Jemaat telah bersepakat dalam suatu ibadah khusus yang diselenggarakan pada 3 tahun yang lalu untuk mempersembahkan sejumlah dana. Supaya tidak terasa berat, pengumpulannya diangsur menurut waktu yang disesuaikan kemampuan masing-masing (umumnya 3 tahun). Selain itu Majelis Jemaat juga membentuk tim yang menangani pengumpulan dana melalui arisan @ Rp 50 ribu yang satu periodenya berlangsung selama 36 bulan (3 tahun). Tim nantinya akan mendapat dana dari hasil pengelolaan bunga arisan yang dikumpulkan. Sementara dana peserta dikembalikan utuh setelah periode arisan berakhir.

Arisan periode-1 yang diikuti 600 nomor menghasilkan dana Rp 240 juta. Dengan tambahan Rp 285 juta dari hasil sementara pengumpulan persembahan yang pernah disepakati oleh anggota dan simpatisan Jemaat, maka terkumpullah total Rp 525 juta. Dana itulah yang digunakan untuk membeli lahan di Gang Pisang, Gombong. Lahan yang di dalamnya masih berdiri bekas bangunan pabrik tersebut ternyata sangat ideal bagi sekolah Krisna Efata. Letaknya tidak jauh dari gedung GKI Gombong. Lokasinya tidak berada di pinggir jalan. Lingkungannya juga tidak bising karena tidak berdempetan dengan rumah penduduk. Suatu berkat Tuhan yang luar biasa karena proses belajar-mengajar akan dapat dilaksanakan dengan tenang.

Bagaimana dengan dana Rp 400 juta yang diperlukan untuk membangun gedung sekolah yang sekarang sedang dikerjakan? Sebenarnya pengelola sekolah (yang saat ini sudah sah secara hukum disebut pengurus Yayasan Pendidikan Krisna Efata) sama sekali tidak memiliki dana. Untuk memberi honor yang memadai bagi para guru pun ibaratnya keuangan yayasan “kembang-kempis”. Namun saat ini Arisan Periode-2 sedang digulirkan. Dengan tetap @ Rp 50 ribu, arisan diikuti 1100 nomor. Jika dengan peserta 600 dapat diperoleh dana Rp 240 juta, maka – jika Tuhan berkenan –, nantinya akan diperoleh dana kurang lebih Rp 480 juta. Itulah yang menjadi andalan untuk membangun gedung sekolah. Masalahnya, periode arisan baru berakhir Oktober 2013. Padahal gedung sekolah mendesak untuk segera didirikan. Selain demi kenyamanan siswa, ijin operasional (khususnya SD) juga mengisyaratkan hal itu. Lagipula adanya gedung sekolah yang memadai menjadi bukti bagi masyarakat mengenai keseriusan yayasan dalam mengelola sekolah sehingga mereka tergerak untuk menitipkan anaknya untuk belajar di sekolah Krisna Efata. Dalam situasi demikian, maka Majelis Jemaat dan pengurus yayasan sepakat untuk meminjam dana (hutang). Lagi-lagi syukur kepada Tuhan dana pinjaman telah diperoleh tanpa bunga. Rp 200 juta berasal dari 2 orang anggota GKI yang tinggal di Jakarta. Rp 200 juta lainnya berasal dari anggota jemaat dan simpatisan.

Proses renovasi gedung sekolah pun segera dilaksanakan. Gambar desain dikerjakan sendiri oleh anggota jemaat yang lulus fakultas arsitektur. Pengerjaan gedung dilakukan oleh anggota jemaat yang memang berprofesi sebagai pemborong. Pengawasan di lapangan dilakukan oleh anggota jemaat yang lulus fakultas teknik sipil. Suatu sinergi yang bukan saja menghemat dana, namun lebih jauh dapat memberi keleluasaan dalam proses kreatif dan memungkinkan lancarnya proses komunikasi yang diperlukan untuk mewujudkan bangunan yang merepresentasikan visi serta misi sekolah Krisna Efata.

Penutup: Menatap Pergumulan yang Terus Berlanjut
Bagi Majelis Jemaat dan pengurus yayasan proses perintisan sekolah Krisna Efata sudah serasa penuh liku. Namun tampaknya tidak ada waktu  untuk beristirahat. Perjuangan belum berhenti. Pengembalian dana pinjaman untuk pembangunan gedung sekolah masih menjadi pekerjaan rumah yang wajib diselesaikan dengan baik. Kelengkapan fasilitas belajar-mengajar yang menunjang peningkatan mutu pendidikan menuntut harus disediakan dan terus dikembangkan. Tidak ketinggalan, tersedianya kesejahteraan untuk mengimbangi pelayanan penuh kasih dan kesetiaan yang ditunjukkan oleh para guru pun masih menanti untuk diwujudkan.

Seperti bangsa Israel yang dipimpin Tuhan berjalan menuju Tanah Terjanji, maka Majelis Jemaat dan pengurus Yayasan Pendidikan Krisna Efata Gombong yang tanpa modal telah terjun dalam pelayanan bidang pendidikan pantang menengok ke belakang. Pantang menggerutu dan berkeluh-kesah. Pandangan harus terus tertuju lurus ke depan menyambut terwujudnya visi sekolah: “Menghasilkan anak didik yang memiliki intelektual yang memadai dan memiliki perasaan yang sama dengan Kristus, sehingga memungkinkannya hidup mandiri dan mampu berkiprah serta menghadirkan damai sejahtera Allah di lingkungannya.”
Perintisan sekolah kristen oleh GKI Gombong rupanya memang semata mengandalkan iman. Syukur kepada Tuhan yang telah memberi visi pelayanan pendidikan dan memperlengkapi apa yang dibutuhkan. Terimakasih pula kepada banyak pihak yang telah tergerak untuk peduli dan ikut memberi dukungan. Biarlah sekolah Krisna Efata Gombong terus merambat, bertumbuh, dan berbuah lebat.

ditulis awal tahun 2012 oleh Pdt. Setyo Pranowo dari GKI Gombong

Update:


  1. Saat ini SD Krisna Efata sudah sampai kelas 5 SD
  2. Pembangunan gedung sekolah sudah selesai
  3. Seluruh kelas PAUD dan SD sudah menempati gedung sekolah yang baru
  4. Arisan periode ke-2 sudah selesai (acara penutupan dilakukan tanggal 27 oktober) dan dana sudah  dikembalikan kepada semua peserta
  5. Guna memenuhi kebutuhan operasional Sekolah Krisna Efata akan diadakan arisan periode ke-3 yang akan dimulai pada awal bulan Desember 2013.

2 comments: